Sabtu , Desember 7 2024

AMALAN DI BULAN SYA’BAN

Oleh : Fadhilatusy Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili -hafizhahullahu [1]

**Definisi Sya’ban

Sya’ban adalah nama untuk bulan kedelapan dari penanggalan arab yang jatuh diantara bulan Rajab dan Ramadhan. Nabi bersabda:
“Itulah bulan yang dilalaikan oleh manusia yang jatuh diantara bulan Rajab dan Ramadhan”
(HR.Ahmad, An-Nasa’i, dan dishahihkan oleh pentahqiq kitab Al-Musnad).

Kata “Sya’ban” itu sendiri bermakna berpencar. Ada dua pendapat ulama tentang sebab penamaan ini:

1- Dahulu orang-orang arab berpencar di bulan ini karena mencari air atau untuk berperang. Ibnu Faris berkata: Dinamakan bulan Sya’ban karena mereka (orang arab) berpencar untuk mencari air. [2] Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar di bulan ini disebabkan banyaknya peperangan. [3]

2- Ada pula yang mengatakan dinamakan Sya’ban karena muncul diantara bulan Rajab dan Ramadhan. Tsa’lab berkata: Sebagian mengatakan sebab dinamakan Sya’ban karena muncul diantara bulan Ramadhan dan Rajab. [4]

**Amalan Yang Disyariatkan di Bulan Sya’ban

~ Memperbanyak puasa

Di dalam hadits disebutkan bahwa Nabi dahulu banyak melakukan puasa di bulan Sya’ban bahkan beliau lebih banyak berpuasa dibanding bulan-bulan selainnya. Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa beliau pernah berkata:
“Dahulu Rasulullah berpuasa (di bulan Sya’ban) sehingga kami mengatakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka hingga kami mengatakan beliau tidak berpuasa. Tidak pernah aku melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh selain Ramadhan. Dan beliau tidak pernah memperbanyak puasa selain di bulan Sya’ban.”
(Shahih Bukhari bersama Fathul Bari 4/213 no.1969 dan Shahih Muslim 2/810 no.1156)

Di dalam riwayat lain dari Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata: “Tidak pernah Nabi berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak dari bulan Sya’ban. Bahkan beliau puasa Sya’ban sebulan penuh.”
(HR.Bukhari 4/213 no.1970)

Imam Tirmidzi menukil ucapan Abdullah bin Mubarak rahimahumallahu, beliau mengatakan: Di dalam bahasa Arab diperbolehkan untuk mengatakan dia berpuasa sebulan penuh jika dia banyak berpuasa di bulan tersebut. Imam Tirmidzi mengatakan: Abdullah bin Mubarak bermaksud mengabungkan kedua hadits di atas. (Sunan Tirmidzi 3/105)

Hadits ini menunjukkan akan kekhususan bulan Sya’ban untuk memperbanyak puasa di dalamnya dibanding bulan-bulan lain. Ini menunjukkan akan keutamaan puasa di dalamnya dibanding puasa di bulan lain.

Ibnu Rajab rahimahullahu berkata:
“Puasa di bulan Sya’ban lebih utama dibanding puasa di bulan-bulan haram. Dan sebaik-baik ibadah sunnah adalah jika telah mendekati bulan Ramadhan baik sebelum atau sesudahnya. Perumpamaannya seperti ibadah sunnah rawatib yang mengiringi ibadah wajib sebelum atau sesudahnya. Dan hal ini untuk menyempurnakan kekurangan dalam ibadah wajib. Demikian pula dengan puasa sebelum dan sesudah Ramadhan. Sebagaimana ibadah sunnah rawatib itu lebih afdhal daripada ibadah sunnah yang mutlak seperti dalam shalat maka puasa sebelum dan sesudah Ramadhan itu lebih afdhal daripada puasa yang jauh darinya.”
(Lathaif Al-Ma’arif hal. 129)

Ibnu Rajab rahimahullahu diatas menyebutkan bahwa puasa Sya’ban itu seperti sunnah qabliyah Ramadhan dan puasa enam hari Syawwal seperti sunnah ba’diyah Ramadhan. Dari sini nampak hikmah syariat dalam mensyariatkan untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban sebagaimana dalam banyak riwayat. Diantara yang paling shahih apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari hadits Usamah bin Zaid dia berkata:
“Ya Rasulullah, aku tidak pernah melihat anda banyak berpuasa (sunnah) lebih dari Sya’ban. Beliau menjawab: Itulah bulan yang manusia melalaikannya yang jatuh diantara bulan Rajab dan Ramadhan. Itulah bulan diangkatnya amalan-amalan kepada Allah Rabb semesta alam. Dan aku suka amalanku diangkat dalam keadaan aku sedang berpuasa.”
(HR.Ahmad dan An-Nasa’i serta dihasankan oleh pentahqiq kitab Musnad)

**Bid’ah di bulan Sya’ban

1. Bid’ah Shalat Alfiyah

Ini adalah bid’ah di malam pertengahan Sya’ban yaitu melaksanakan shalat seratus rakaat dengan berjamaah. Sang imam membaca surat Al-Ikhlas 10 kali disetiap rakaat. Atau sepuluh rakaat tapi Imam membaca surat Al-Ikhlas 100 kali setelah membaca Al-Fatihah. Ini adalah bid’ah yang mungkar.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: Adapun hadits marfu’ kepada Nabi tentang shalat (alfiyah) ini maka ini dusta dan palsu menurut kesepakatan ulama ahli hadits. [5]

Ibnu Al-Qayyim rahimahullahu berkata: Yang aneh adalah orang-orang yang pernah mencium bau ilmu tentang sunnah tapi tertipu dengan lelucon ini dan dia pun mengerjakan shalat tersebut. [6]

2. Mengkhususkan malam nisfu/pertengahan Sya’ban dengan mengerjakan shalat dan melaksanakan puasa di siang harinya.

Mereka berdalil dengan hadits “Apabila telah datang malam nisfu Sya’ban maka kerjakanlah shalat dan berpuasalah pada waktu siangnya”. Ini adalah hadits yang tidak ada asalnya. Kita tidak boleh mengamalkan kecuali yang shahih haditsnya. Maka jelas kebid’ahan menghidupkan malam nisfu Sya’ban. Kalau ada orang berpuasa pada tanggal 15 Sya’ban dengan niat menghidupkan nisfu Sya’ban maka ini adalah bid’ah. Adapun jika dia berpuasa tanggal 15 tersebut dengan meniatkan untuk puasa Ayyaam Al-Biidh (13,14 dan 15 disetiap bulan hijriah) dengan didahului oleh puasa dua hari sebelumnya (13 dan 14) maka ini adalah sunnah yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits shahih. Akan tetapi puasa Ayyaam Al-Biidh bukan hanya di bulan Sya’ban saja tapi disyariatkan di setiap bulannya.

3. Shalat 6 rakaat di malam nisfu Sya’ban dengan tujuan untuk mencegah bala’ serta memperpanjang usia.

Dengan membaca surat Yaasin dan doa. Ini adalah bid’ah yang tidak berdasarkan dalil dari syariat bahkan ulama telah menjelaskan akan kebid’ahannya.

Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: Shalat yang dikenal dengan shalat Raghaib yaitu 12 rakaat dikerjakan antara maghrib dan isya’ di malam Jumat pertama bulan Rajab dan Shalat malam nisfu Sya’ban 100 rakaat. Kedua shalat tersebut merupakan bid’ah dan perbuatan mungkar yang jelek. Jangan sampai tertipu dengan disebutkannya kedua shalat tersebut dalam kitab “Quut Al-Quluub” dan “Ihya’ Ulumuddin”. Dan jangan pula tertipu dengan hadits yang menyebutkan kedua shalat tersebut, karena haditsnya batil. Dan jangan tertipu dengan sebagian fatwa ulama yang ditulis di lembaran-lembaran kertas tentang sunnahnya kedua shalat tersebut. Karena ini adalah suatu kesalahan. [7]

—————–
[1] Makalah ini diterjemahkan dengan sedikit ringkasan oleh Abu Nafisah Abdurrahman Thoyyib dari www.al-rehaili.net.

[2] Maqooyis Al-Lughah 3/192.

[3] Tahrir Alfaadz At-Tanbiih hal.120.

[4] Lisan Al-Arab 1/502.

[5] Iqtidha’ shirat Al-Mustaqim li mukhalafati ashhabil jahiim 2/146.

[6] Al-Manaar Al-Muniif hal.99

[7] Al-Majmu’ Syarhu Al- Muhadzdzab 4/56

About Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *